Jumat, 29 April 2016

[Kisah Nyata] Jodoh Seorang Wanita Muslimah Penghafal Al-Quran

Dia adalah sahabatku sejak MTs, kami bersekolah di MTsN Barabai. Namanya Luthvia Azizah, ia dikenal pribadi yang sangat kalem dan cerdas. Tutur katanya tersusun lembut. Oleh karenanya, ia sering menjuarai lomba sari tilawah Quran. Kebersamaan kami singkat, saat MTs sering main basket bersama ikhwan akhwat campur tapi pakaiannya tidak ketat sepertiku. Haha... Lulus MTs, Azizah memutuskan untuk lanjut ke Pondok Pesantren di Jaro Tanjung, dan teman main basket tim kami yang bernama Afifah juga memutuskan untuk melanjutkan ke Pondok Pesantren Rakha, Amuntai. Hanya aku yang selalu gagal untuk menimba ilmu di pondok, yang rencananya mau ke Darul Hijrah, Cindai Alus. Tapi takdir berkata lain.


Kemudian, kami bertemu di Kampus. Azizah mengikuti seminarku yang diadakan di IAIN Antasari Banjarmasin. Dengan kejutan, dia memegang lenganku. "Vii... Assalamualaikum." Ucapnya. Ketika itu aku kaget, "Azizah?". Bukan karena apa-apa, tapi karena sekarang ia lebih bertumbuh dariku. Dulu aku yang paling tinggi dan dapat shooting bola ke ring basket dengan jitu, tapi sekarang aku seperti kerdil. Hehe..

"Main basket lagi?" tanyanya meledek. Mungkin juga serius.
"Boleh.. Walaupun kalah tinggi." jawabku, singkat.
"MasyaAllah.. Pian berbeda dengan MTs dulu Vi. Oya ulun ada baca buku pian.. Luar biasa Vii.. Apalagi sekarang langsung lihat seminarnya." tambahnya.
"Iya, bukunya yang luar biasa. Orangnya masih jelek akhlaknya, Zah."
Kami pun bercerita panjang lebar tentang bagaimana studi masing-masing. Ia menceritakan pengalamannya di pondok dan aku bercerita tentang bagaimana proses aku berhijrah. Aku senang memperhatikan setiap tutur katanya yang lembut, santun dan bersahaja. Apalagi saat dia tersenyum, giginya yang putih bersih menambah pesonanya. MasyaAllah..
"Ngekost dimana Zah?"
"Sementara di asrama Kak."
"Oh iya, oya jangan pakai kaka. Kita sekelas."
"Nggak papa. Kan pian lebih tua dan sekarang sudah jadi kaka tingkat ulun."
"Jangan Zah.. Jangaan.."
"Ndah... Nggak mau. Maunya panggil kaka aja. Biar lebih menghormati bukan maksudnya dituakan hehe.."
Aku tersenyum sekaligus bangga. Sebegitu kah pondok pesantren mengajarkannya adab. Aku semakin bangga berteman dengannya.
"Oya, habis dari asrama nanti mau rencana kemana? Nginep sama Kak Ahim?" Kak Ahim adalah kakaknya yang sempat jadi tokoh idola di MTs dulu karena karisnya kesopanannya yang
wahh..
"Rencana mau mondok Kak. Di pondok Tahfizh KHADIJAH."
"ohh itu, kemarin juga pernah kesana Zah. Sempet mau dites juga, tapi saat dengar persyaratannya yang harus nginep disana. Jadinya, nggak jadi. Wahh, masyaAllah. Memangnya nggak mau ikut organisasi gitu?"
"Entahlah.. Maunya ngafal Quran kak. Berat kesana. Organisasi juga pingin. Tapi lihatlah nanti bagaimana."
Suatu ketika, sahabatku, Azizah, dia sakit. Dokter bilang dia harus operasi, semua kawan dekat menjenguknya dan mendoakan agar operasinya berjalan lancar, dan alhamdulillah sekarang Azizah sehat wal afiat.
Beberapa lama kemudian, saat Syeikh Nuruddin Marbu, pimpinan pondok Tafaqquh Fi Dien berkunjung ke masjid Taqwa. Aku kembali bertemu dengan Azizah.
"Assalamualaikum, sahabatku Azizah, Ukhtii.." sapaku hangat sambil memeluknya rindu.
"Waalaikumussalam Kak Selvi.." balasnya sambil memelukku lebih erat. Kami memang telah lama tidak bertemu, tak tahu kabar lagi, terakhir cuma memberi kabar kalau aku pindah ke RPI Bunda Kurbanur, karena harus menjalankan amanah disana.
"Sama siapa kesini Zah?" tanyaku. Kulihat wanita-wanita bercadar di dekatnya.
"Ini sama Si Adek ini. Dia ngefans sama kaka. Sebenarnya ulun sudah dari tadi lihat kaka. Cuma takut nyapa. Takut ganggu."
"Wahh.. Azizah.. Harus jawab apa ya. Oya kata Putri Padi, 'Seseorang itu jangan terlalu dipuji, nanti berbahaya." candaku. Kami pun tersenyum kecil di dalam masjid ketika ceramah telah usai.
"Sekarang tinggal dimana Zah?"
"Di asrama tahfizh Khadijah Kak."
"MasyaAllah.. Akhirnya kesampaian juga kesana ya. MasyaAllah... Moga dapat jodoh yang hafizh 30 Juz ntar.. Hehee.. Ngomong-ngomong maunya kaan?"
"Hmm.. Aamiin Yaa Allah.. Kapan ya? Kapan dikasih Allah Kak."
Aku tertunduk. Entah kenapa perasaanku sesak sekaligus bahagia. Bahagia karena memiliki teman sholehah tapi sesak karena nasibku berbeda dengannya.
"Yaa Allah, begitu mudah kau takdirkan sahabatku untuk menghafal kalam-Mu. Sedangkan diriku, mengapa begitu susah untuk mengambil jalan itu? Yaa Allah.. Bagaimana mungkin kuharapkan seorang lelaki baik, sedangkan diriku belum baik. Yaa Robb.. Hadirkanlah jodoh terbaik di waktu yang tepat. Jagalah diriku dalam penantian dengan ketaatan pada-Mu. Aamiin."
Setelah itu, kami jarang bertemu. Bahkan mungkin tak pernah lagi bertemu.
Namun tiba-tiba kabar bahagia itu datang.
Azizah di usia 21 tahun, ternyata Allah begitu Maha Kuasa. Dia takdirkan dirimu menjadi istri seorang yang hafizh Quran 30 juz sesuai dengan doa kita di pengajian dulu. Kau perempuan baik dan memang pantas mendapatkan lelaki yang sangat baik.
Azizah...
Allah Maha Adil. Tiada peradilan terbaik selain peradilan-Nya. Ia jodohkan perempuan penghafal Quran dengan lelaki penghafal Quran.
Barakallahu fik..
Semoga sakinah mawadah warahmah.. Aamiin...

SHARE SHAREEEE SAHABAAT...
¤ Selvia Stiphanie (Penulis Buku Best Seller)



(sumber: reportaseterkini.net)

Baca Juga

[Kisah Nyata] Jodoh Seorang Wanita Muslimah Penghafal Al-Quran
4/ 5
Oleh
Tampilkan Komentar
Sembunyikan