Dari Abî Hurairah –radhiyallâhu ‘anhu - dia berkata: “Rasulullâh – shallallâhu ‘alaihi wa sallam – bersabda: ‘Siapa menipu dan juga mengganggu (hubungan) seseorang hamba sahaya dari tuannya, hingga dia tidaklah penggalan dari kami, dan juga siapa yang mengganggu (hubungan) seseorang perempuan dari suaminya, hingga dia tidaklah dari kami'”. [Hadîts shahîh diriwayatkan oleh Ahmad, Al - Bazzâr, Ibn Hibbân, Al - Nasâ - î dalam al - Kubrâ dan juga Al - Baihaqî].
Teks Hadîts
Rasulullâh –shallallâhu ‘alaihi wa sallam – bersabda:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: (( مَنْ خَبَّبَ عَبْدًا عَلَى أَهْلِهِ فَلَيْسَ مِنَّا، وَمَنْ أَفْسَدَ اِمْرَأَةً عَلَى زَوْجِهَا فَلَيْسَ مِنَّا )) [حديث صحيح رواه أحمد والبزار وابن حبان والنسائي في الكبرى والبيهقي]
Takhrîj Hadîts
Hadîts ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Al - Musnad [juz 2, hal. 397], Al - Bazzâr [lihat Mawârid al - Zham’ân juz 1, hal. 320], Ibn Hibbân dalam shahîh [juz 12, hal. 370], Al - Nasâ - î dalam Al - Sunan al - Kubrâ [juz 5, hal. 385], dan juga Al - Baihaqî dalam Al - Sunan al - Kubrâ [juz 8, hal. 13], pula dalam Syu’abu al - Îmân [juz 4, hal. 366, juz 7, hal. 496].
Syekh Nâshir al - Dîn al - Albânî menghitung hadîts ini bagaikan hadîts shahîh [Silsilah al - Ahâdîts al - Shahîhah hadîts no. 325].
Kandungan Hadîts
Secara garis besar hadîts ini berisi kecaman keras terhadap 2 perbuatan, yaitu:
1. mengusik seseorang pelayan, ataupun pembantu ataupun budak yang telah bekerja pada seseorang tuan, sampai - sampai ikatan di antara pelayan dan juga tuannya jadi rusak, kemudian si pelayan berangkat meninggalkan tuannya, ataupun tuannya memecat dan juga mengusir si pelayannya.
2. mengusik seseorang perempuan yang berstatus istri untuk seseorang lelaki, sampai - sampai ikatan di antara suami istri itu jadi rusak, kemudian si istri itu memohon cerai dari suaminya, ataupun si suami menceraikan istrinya.
Bentuk - Bentuk kendala dan juga aksi Merusak
Ada bermacam - macam wujud dan juga trik seorang mengganggu ikatan diantara suami istri, di antara lain adalah:
1. Berdoa dan juga meminta kepada Allâh –subhânahu wa ta’âlâ - supaya ikatan seseorang perempuan dengan suaminya jadi rusak dan juga terjalin perceraian di antara keduanya.
2. berlagak baik, bertutur kata manis dan juga melaksanakan bermacam berbagai aksi yang secara lahiriah baik, hendak tetapi, menaruh iktikad mengganggu ikatan seseorang perempuan dengan suaminya (atau sebaliknya). butuh kita tahu sering - kali sihir itu berbentuk tutur kata yang mempunyai keahlian “menghipnotis” lawan bicaranya. Rasulullâh –shallallâhu ‘alahi wa sallam - bersabda: “Sesungguhnya sebagian dari suatu uraian ataupun tutur kata itu merupakan betul - betul sihir”. (H.R. Bukhârî dalam al - Adab al - Mufrad, Abû Dâwud dan juga Ibn Mâjah. Syekh Albânî menghitung hadîts ini bagaikan hadîts hasan [silsilah al - ahâdîts al - shahîhah, hadîts no. 1731]).
3. Memasukkan bisikan, kosa kata yang bertabiat menipu dan juga memicu, dan memprovokasi seseorang perempuan supaya berpisah dari suaminya (atau sebaliknya), dengan iming - iming hendak dinikahi olehnya ataupun oleh orang lain, ataupun dengan iming - iming lainnya. Perbuatan serupa ini merupakan perbuatan tukang sihir dan juga perbuatan syetan (Q.S. Al - Baqarah: 102). Rasulullâh –shallallâhu ‘alaihi wa sallam - bersabda: “Sesungguhnya Iblis menempatkan singgasananya di atas air, kemudian menyebar anak buahnya ke bermacam penjuru, yang amat dekat dengan si Iblis merupakan yang keahlian fitnahnya amat hebat di antara mereka, salah seseorang dari anak buah itu tiba kepadanya dan juga melapor kalau pribadinya telah berbuat begini dan juga begitu, hingga si Iblis berkata: ‘kamu belum berbuat sesuatu’, kemudian seseorang anak buah yang lain tiba dan juga melapor kalau ia telah berbuat begini dan juga begitu sampai - sampai sanggup memisahkan antara seseorang suami dari istrinya, hingga si Iblis menjadikan si anak buah ini bagaikan orang yang dekat dengannya, dan juga Iblis berkata: ‘tindakanmu amat bagus sekali’, kemudian mendekapnya”. (H.R. Muslim [5032]).
4. Meminta, ataupun menekan secara terus cerah supaya seorang perempuan memohon cerai dari suaminya ataupun supaya seseorang suami menceraikan istrinya dengan tanpa sebab yang dibenarkan oleh syari’at. Rasulullâh –shallallâhu ‘alaihi wa sallam - bersabda: “Tidak halal untuk seseorang perempuan memohon (kepada suaminya) supaya si suami mencerai perempuan lain (yang jadi istrinya) dengan iktikad supaya si perempuan ini memonopli ‘piringnya’, sebetulnya hak ia merupakan apa yang telah diresmikan untuknya”. (Hadîts muttafaq ‘alaih).
Bentuk - bentuk serupa ini amat tercela, dan juga tercantum dosa besar bila dicoba oleh seorang kepada seseorang perempuan yang jadi istri orang lain, ataupun kepada seseorang lelaki yang jadi suami orang lain.
Dan perihal ini terus menjadi tercela lagi bila dicoba oleh seorang yang memperoleh amanah ataupun keyakinan buat mengurus seseorang perempuan yang suaminya lagi berangkat ataupun sakit dan juga semacamnya. Sama halnya bila dicoba oleh seseorang perempuan yang memperoleh amanah ataupun keyakinan buat mengurus keluarga seseorang lelaki yang istrinya lagi berangkat ataupun sakit dan juga semacamnya.
Rasulullâh –shallallâhu ‘alaihi wa sallam - bersabda: “Keharaman perempuan (istri yang ditinggal berangkat oleh) orang - orang yang berjihad untuk orang - orang yang tidak berangkat berjihad (yang mengurus keluarga mujahid) merupakan serupa keharaman ibu - ibu mereka, dan juga tidak terdapat seseorang lelaki juga dari orang - orang yang tidak berangkat berjihad yang mengurus keluarga orang - orang yang berangkat berjihad, kemudian berkhianat kepada orang - orang yang berangkat berjihad, kecuali si pengkhianat ini hendak dihentikan (dan tidak diizinkan mengarah surga) pada hari kiamat, sampai - sampai yang dikhianati mengambil kebaikan yang berkhianat semau dan juga semaunya”. (H.R. Muslim [3515]).
Salah satu wujud pengkhianatan yang diartikan dalam hadîts Muslim ini merupakan mengganggu ikatan keluarga si mujahid, sampai - sampai berpisah dari suaminya.
Bentuk pengkhianatan yang lebih besar lagi merupakan –na’ûdzu billâh min dzâlik - berzina dengan keluarga si mujahid.
Termasuk dalam penafsiran mujahid ini merupakan seorang yang memperoleh tugas dakwah, ataupun menunaikan ibadah haji ataupun umrah, ataupun bepergian yang mubah, kemudian menitipkan urusan keluarganya (istri dan juga anak - anaknya) kepada orang lain. Dalam perihal ini, bila yang memperoleh amanah berkhianat, maka, dia tercantum dalam ancaman hadîts Muslim ini.
Mirip - mirip dengan perihal ini merupakan bila terdapat seorang yang karna kapasitasnya, bisa jadi karna dia merupakan seseorang tokoh, ataupun pimpinan suatu organisasi ataupun kiai, ataupun ustadz, ataupun semacamnya yang diamanahi buat mendamaikan ikatan teman yang lagi rusak ataupun terancam rusak, hendak tetapi, dia malah mengkhianati amanah ini.
Hukum mengganggu Rumah Tangga Orang Lain
a. Hukum Ukhrawî
Para ulama’ bersepakat kalau hukum mengusik dan juga mengganggu ikatan sebagaimana diartikan dalam hadîts nabi di atas merupakan haram (lihat al - mausû’ah al - fiqhiyyah, pada bâb takhbîb), hingga siapa aja yang melakukannya, hingga dia memperoleh dosa dan juga diancam siksa di neraka.
Bahkan Imam Al - Haitsamî mengkategorikan perbuatan dosa ini bagaikan dosa besar.
Dalam kitabnya Al - Zawâjir ‘an Iqtirâf al - Kabâir dia mengatakan kalau dosa besar yang ke 257 dan juga 258 ialah mengganggu seseorang perempuan supaya terpisah dari suaminya dan juga mengganggu seseorang suami supaya terpisah dari istrinya.
Alasannya, hadîts nabi –shallallâhu ‘alaihi wa sallam – di atas menafikan pelakon perbuatan mengganggu ini dari penggalan umat beliau, dan juga ini terhitung bagaikan ancaman berat. pula para ulama’ sebelumnya, secara sharîh (jelas) mengkategorikannya bagaikan dosa besar. (lihat Al - Zawâjir juz 2, hal. 577).
b. Hukum Duniawî
Ada 2 hukum duniawi terpaut dengan hadits ini, yaitu:
1. bila terdapat seseorang lelaki yang mengganggu ikatan seseorang perempuan dari suaminya, kemudian si perempuan itu memohon cerai dari suaminya, dan juga si suami mengabulkannya, ataupun bila terdapat seseorang lelaki mengganggu ikatan seseorang perempuan dari suaminya, kemudian si suami marah dan juga menceraikan istrinya, kemudian si lelaki yang mengganggu ini menikahi perempuan tersebut, apakah pernikahannya sah?
Jumhur ulama’ berkomentar kalau perkawinan si lelaki perusak dengan perempuan korban aksi perusakannya merupakan sah. dalihnya merupakan karna perempuan tersebut tidak secara eksplisit terhitung bagaikan muharramât (wanita - wanita yang diharamkan baginya).
Namun, ulama’ Mâlikiyyah mempunyai komentar yang berubah dengan Jumhur. Mereka berkomentar kalau perkawinan yang terjalin antara seseorang lelaki perusak dengan perempuan yang sempat jadi korban aksi perusakannya wajib dibatalkan, baik saat sebelum terjalin hendak nikah di antara keduanya ataupun sudah terjadi. sebab Mâlikiyyah dalam perihal ini adalah:
i. Demi mempraktikkan hadîts yang jadi kajian kita kali ini.
ii. supaya tidak jadi preseden kurang baik untuk timbulnya kasus - kasus lain yang serupa, demi melindungi keutuhan rumah tangga kalangan muslimin.
iii. perihal ini terhitung dalam jenis kaidah fiqih: man ta’ajjala syai - an qabla awânihi ‘ûqiba bihirmânihi (siapa yang terburu - buru memperoleh suatu saat sebelum saatnya, hingga dia dihukum dengan tidak diperkenankan memperoleh suatu itu). Kaidah ini pada asalnya berlaku untuk seorang yang melamar dengan perkata sharîh seseorang perempuan yang masih dalam masa iddah (tunggu) pasca kematian suaminya. (Q.S. Al - Baqarah: 235). Logikanya, bila melamar dengan perkata sharîh terhadap seseorang perempuan yang masih dalam masa iddah karna kematian suaminya aja tidak dibenarkan, sementara itu dalam perihal ini tidak terdapat aspek peluluhlantahkan yang berdampak terciptanya perceraian perempuan itu dari suaminya (karena benar suaminya telah meninggal), maka, bila terdapat seorang yang mengganggu seseorang perempuan yang masih bersuami, sampai - sampai terbentuk perceraian perempuan itu dari suaminya, hukumnya pastinya lebih berat daripada yang diartikan dalam kaidah fiqih ini. buat itulah, bila hendak terjalin perkawinan antara si lelaki perusak ikatan dengan perempuan “korban” aksi perusakannya, maka, perihal ini wajib dicegah, dan juga bila sudah kadung terjalin perkawinan di antara keduanya, maka, perkawinan itu wajib dibatalkan.
Yang lebih menarik lagi dari komentar Mâlikiyyah ini adalah: terdapat sebagian dari ulama’ Mâlikiyyah yang berkomentar kalau perempuan “korban” aksi peluluhlantahkan seseorang lelaki, jadi haram selamanya untuk si lelaki perusak tersebut.
Perbedaan komentar ini kami sebutkan di mari bagaikan peringatan keras untuk siapa aja supaya tidak melaksanakan perbuatan serupa ini, walaupun, secara hukum fiqih, komentar Jumhur lebih kuat, hendak tetapi, komentar Mâlikiyyah, butuh kita peruntukan bagaikan cambuk peringatan.
2. bila terdapat seorang yang melaksanakan perbuatan terlarang ini, terdapatkah dia butuh memperoleh hukuman di dunia?
Para ulama’ berkomentar kalau perbuatan terlarang serupa ini, bila terdapat yang melakukan, hingga hakim berwewenang menjatuhkan ta’zîr (hukuman yang ketentuannya diresmikan oleh hakim ataupun penguasa) dengan ketentuan tidak melebihi bobot 40 cambukan.
Di antara mereka terdapat yang berpendapat, hukumannya merupakan kurungan penjara hingga dia melaporkan tobat ataupun wafat dunia (sebagian pemeluk Mazhab Hanafî)
Di antara mereka terdapat yang berpendapat, cukup diberi cambukan keras saja, diterbitkan perbuatannya, supaya orang waspada darinya dan juga supaya teman mengambil ibrah (sebagian pemeluk madzhab Hanbalî).
Catatan Lain
Ada satu perihal yang menarik buat dicatat di sini, ialah tentang perilaku para ulama’ dikala mengatakan hadîts ini.
Sebagian mereka mencantumkan hadîts yang lagi kita kaji ini dalam bab “orang yang mengganggu ikatan suami istri”, tanpa embel - embel ancaman dalam kalimat babnya. serupa yang dicoba oleh Imam Al - Nasâ - î dan juga Al - Bazzâr.
Akan tetapi, terdapat sebagian dari mereka yang mencantumkan hadîts yang lagi kita kaji ini dalam bab yang memiliki kalimat ancaman, seperti: al - zajr (penjelasan buat membikin jera), al - tasydîd (peringatan keras), sebagaimana yang dicoba oleh Imam Ibn Hibbân dan juga Imam Al - Baihaqî.
Yang menarik merupakan terdapat sebagian ulama’ yang mengkategorikan hadîts ini ke dalam bab makar dan juga tipu daya, sebagaimana yang dicoba oleh kitab kanz al - ‘Ummâl.
Semoga kita seluruh bebas dari perbuatan yang amat tercela ini, amin.
Sumber: dakwatuna_com
TOLONG JANGAN ABAIKAN sehabis MEMBACA informasi INI, BAGIKAN KEPADA sahabat kamu DI MEDIA SOSIAL mudah - mudahan kamu mendapatkan PAHALA KEBAIKAN AMIIN
" Barangsiapa menampilkan sesuatu kebaikan, menurutnya serupa pahala yang melakukannya. " (HR. Muslim)
Teks Hadîts
Rasulullâh –shallallâhu ‘alaihi wa sallam – bersabda:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: (( مَنْ خَبَّبَ عَبْدًا عَلَى أَهْلِهِ فَلَيْسَ مِنَّا، وَمَنْ أَفْسَدَ اِمْرَأَةً عَلَى زَوْجِهَا فَلَيْسَ مِنَّا )) [حديث صحيح رواه أحمد والبزار وابن حبان والنسائي في الكبرى والبيهقي]
Takhrîj Hadîts
Hadîts ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Al - Musnad [juz 2, hal. 397], Al - Bazzâr [lihat Mawârid al - Zham’ân juz 1, hal. 320], Ibn Hibbân dalam shahîh [juz 12, hal. 370], Al - Nasâ - î dalam Al - Sunan al - Kubrâ [juz 5, hal. 385], dan juga Al - Baihaqî dalam Al - Sunan al - Kubrâ [juz 8, hal. 13], pula dalam Syu’abu al - Îmân [juz 4, hal. 366, juz 7, hal. 496].
Syekh Nâshir al - Dîn al - Albânî menghitung hadîts ini bagaikan hadîts shahîh [Silsilah al - Ahâdîts al - Shahîhah hadîts no. 325].
Kandungan Hadîts
Secara garis besar hadîts ini berisi kecaman keras terhadap 2 perbuatan, yaitu:
1. mengusik seseorang pelayan, ataupun pembantu ataupun budak yang telah bekerja pada seseorang tuan, sampai - sampai ikatan di antara pelayan dan juga tuannya jadi rusak, kemudian si pelayan berangkat meninggalkan tuannya, ataupun tuannya memecat dan juga mengusir si pelayannya.
2. mengusik seseorang perempuan yang berstatus istri untuk seseorang lelaki, sampai - sampai ikatan di antara suami istri itu jadi rusak, kemudian si istri itu memohon cerai dari suaminya, ataupun si suami menceraikan istrinya.
Bentuk - Bentuk kendala dan juga aksi Merusak
Ada bermacam - macam wujud dan juga trik seorang mengganggu ikatan diantara suami istri, di antara lain adalah:
1. Berdoa dan juga meminta kepada Allâh –subhânahu wa ta’âlâ - supaya ikatan seseorang perempuan dengan suaminya jadi rusak dan juga terjalin perceraian di antara keduanya.
2. berlagak baik, bertutur kata manis dan juga melaksanakan bermacam berbagai aksi yang secara lahiriah baik, hendak tetapi, menaruh iktikad mengganggu ikatan seseorang perempuan dengan suaminya (atau sebaliknya). butuh kita tahu sering - kali sihir itu berbentuk tutur kata yang mempunyai keahlian “menghipnotis” lawan bicaranya. Rasulullâh –shallallâhu ‘alahi wa sallam - bersabda: “Sesungguhnya sebagian dari suatu uraian ataupun tutur kata itu merupakan betul - betul sihir”. (H.R. Bukhârî dalam al - Adab al - Mufrad, Abû Dâwud dan juga Ibn Mâjah. Syekh Albânî menghitung hadîts ini bagaikan hadîts hasan [silsilah al - ahâdîts al - shahîhah, hadîts no. 1731]).
3. Memasukkan bisikan, kosa kata yang bertabiat menipu dan juga memicu, dan memprovokasi seseorang perempuan supaya berpisah dari suaminya (atau sebaliknya), dengan iming - iming hendak dinikahi olehnya ataupun oleh orang lain, ataupun dengan iming - iming lainnya. Perbuatan serupa ini merupakan perbuatan tukang sihir dan juga perbuatan syetan (Q.S. Al - Baqarah: 102). Rasulullâh –shallallâhu ‘alaihi wa sallam - bersabda: “Sesungguhnya Iblis menempatkan singgasananya di atas air, kemudian menyebar anak buahnya ke bermacam penjuru, yang amat dekat dengan si Iblis merupakan yang keahlian fitnahnya amat hebat di antara mereka, salah seseorang dari anak buah itu tiba kepadanya dan juga melapor kalau pribadinya telah berbuat begini dan juga begitu, hingga si Iblis berkata: ‘kamu belum berbuat sesuatu’, kemudian seseorang anak buah yang lain tiba dan juga melapor kalau ia telah berbuat begini dan juga begitu sampai - sampai sanggup memisahkan antara seseorang suami dari istrinya, hingga si Iblis menjadikan si anak buah ini bagaikan orang yang dekat dengannya, dan juga Iblis berkata: ‘tindakanmu amat bagus sekali’, kemudian mendekapnya”. (H.R. Muslim [5032]).
4. Meminta, ataupun menekan secara terus cerah supaya seorang perempuan memohon cerai dari suaminya ataupun supaya seseorang suami menceraikan istrinya dengan tanpa sebab yang dibenarkan oleh syari’at. Rasulullâh –shallallâhu ‘alaihi wa sallam - bersabda: “Tidak halal untuk seseorang perempuan memohon (kepada suaminya) supaya si suami mencerai perempuan lain (yang jadi istrinya) dengan iktikad supaya si perempuan ini memonopli ‘piringnya’, sebetulnya hak ia merupakan apa yang telah diresmikan untuknya”. (Hadîts muttafaq ‘alaih).
Bentuk - bentuk serupa ini amat tercela, dan juga tercantum dosa besar bila dicoba oleh seorang kepada seseorang perempuan yang jadi istri orang lain, ataupun kepada seseorang lelaki yang jadi suami orang lain.
Dan perihal ini terus menjadi tercela lagi bila dicoba oleh seorang yang memperoleh amanah ataupun keyakinan buat mengurus seseorang perempuan yang suaminya lagi berangkat ataupun sakit dan juga semacamnya. Sama halnya bila dicoba oleh seseorang perempuan yang memperoleh amanah ataupun keyakinan buat mengurus keluarga seseorang lelaki yang istrinya lagi berangkat ataupun sakit dan juga semacamnya.
Rasulullâh –shallallâhu ‘alaihi wa sallam - bersabda: “Keharaman perempuan (istri yang ditinggal berangkat oleh) orang - orang yang berjihad untuk orang - orang yang tidak berangkat berjihad (yang mengurus keluarga mujahid) merupakan serupa keharaman ibu - ibu mereka, dan juga tidak terdapat seseorang lelaki juga dari orang - orang yang tidak berangkat berjihad yang mengurus keluarga orang - orang yang berangkat berjihad, kemudian berkhianat kepada orang - orang yang berangkat berjihad, kecuali si pengkhianat ini hendak dihentikan (dan tidak diizinkan mengarah surga) pada hari kiamat, sampai - sampai yang dikhianati mengambil kebaikan yang berkhianat semau dan juga semaunya”. (H.R. Muslim [3515]).
Salah satu wujud pengkhianatan yang diartikan dalam hadîts Muslim ini merupakan mengganggu ikatan keluarga si mujahid, sampai - sampai berpisah dari suaminya.
Bentuk pengkhianatan yang lebih besar lagi merupakan –na’ûdzu billâh min dzâlik - berzina dengan keluarga si mujahid.
Termasuk dalam penafsiran mujahid ini merupakan seorang yang memperoleh tugas dakwah, ataupun menunaikan ibadah haji ataupun umrah, ataupun bepergian yang mubah, kemudian menitipkan urusan keluarganya (istri dan juga anak - anaknya) kepada orang lain. Dalam perihal ini, bila yang memperoleh amanah berkhianat, maka, dia tercantum dalam ancaman hadîts Muslim ini.
Mirip - mirip dengan perihal ini merupakan bila terdapat seorang yang karna kapasitasnya, bisa jadi karna dia merupakan seseorang tokoh, ataupun pimpinan suatu organisasi ataupun kiai, ataupun ustadz, ataupun semacamnya yang diamanahi buat mendamaikan ikatan teman yang lagi rusak ataupun terancam rusak, hendak tetapi, dia malah mengkhianati amanah ini.
Hukum mengganggu Rumah Tangga Orang Lain
a. Hukum Ukhrawî
Para ulama’ bersepakat kalau hukum mengusik dan juga mengganggu ikatan sebagaimana diartikan dalam hadîts nabi di atas merupakan haram (lihat al - mausû’ah al - fiqhiyyah, pada bâb takhbîb), hingga siapa aja yang melakukannya, hingga dia memperoleh dosa dan juga diancam siksa di neraka.
Bahkan Imam Al - Haitsamî mengkategorikan perbuatan dosa ini bagaikan dosa besar.
Dalam kitabnya Al - Zawâjir ‘an Iqtirâf al - Kabâir dia mengatakan kalau dosa besar yang ke 257 dan juga 258 ialah mengganggu seseorang perempuan supaya terpisah dari suaminya dan juga mengganggu seseorang suami supaya terpisah dari istrinya.
Alasannya, hadîts nabi –shallallâhu ‘alaihi wa sallam – di atas menafikan pelakon perbuatan mengganggu ini dari penggalan umat beliau, dan juga ini terhitung bagaikan ancaman berat. pula para ulama’ sebelumnya, secara sharîh (jelas) mengkategorikannya bagaikan dosa besar. (lihat Al - Zawâjir juz 2, hal. 577).
b. Hukum Duniawî
Ada 2 hukum duniawi terpaut dengan hadits ini, yaitu:
1. bila terdapat seseorang lelaki yang mengganggu ikatan seseorang perempuan dari suaminya, kemudian si perempuan itu memohon cerai dari suaminya, dan juga si suami mengabulkannya, ataupun bila terdapat seseorang lelaki mengganggu ikatan seseorang perempuan dari suaminya, kemudian si suami marah dan juga menceraikan istrinya, kemudian si lelaki yang mengganggu ini menikahi perempuan tersebut, apakah pernikahannya sah?
Jumhur ulama’ berkomentar kalau perkawinan si lelaki perusak dengan perempuan korban aksi perusakannya merupakan sah. dalihnya merupakan karna perempuan tersebut tidak secara eksplisit terhitung bagaikan muharramât (wanita - wanita yang diharamkan baginya).
Namun, ulama’ Mâlikiyyah mempunyai komentar yang berubah dengan Jumhur. Mereka berkomentar kalau perkawinan yang terjalin antara seseorang lelaki perusak dengan perempuan yang sempat jadi korban aksi perusakannya wajib dibatalkan, baik saat sebelum terjalin hendak nikah di antara keduanya ataupun sudah terjadi. sebab Mâlikiyyah dalam perihal ini adalah:
i. Demi mempraktikkan hadîts yang jadi kajian kita kali ini.
ii. supaya tidak jadi preseden kurang baik untuk timbulnya kasus - kasus lain yang serupa, demi melindungi keutuhan rumah tangga kalangan muslimin.
iii. perihal ini terhitung dalam jenis kaidah fiqih: man ta’ajjala syai - an qabla awânihi ‘ûqiba bihirmânihi (siapa yang terburu - buru memperoleh suatu saat sebelum saatnya, hingga dia dihukum dengan tidak diperkenankan memperoleh suatu itu). Kaidah ini pada asalnya berlaku untuk seorang yang melamar dengan perkata sharîh seseorang perempuan yang masih dalam masa iddah (tunggu) pasca kematian suaminya. (Q.S. Al - Baqarah: 235). Logikanya, bila melamar dengan perkata sharîh terhadap seseorang perempuan yang masih dalam masa iddah karna kematian suaminya aja tidak dibenarkan, sementara itu dalam perihal ini tidak terdapat aspek peluluhlantahkan yang berdampak terciptanya perceraian perempuan itu dari suaminya (karena benar suaminya telah meninggal), maka, bila terdapat seorang yang mengganggu seseorang perempuan yang masih bersuami, sampai - sampai terbentuk perceraian perempuan itu dari suaminya, hukumnya pastinya lebih berat daripada yang diartikan dalam kaidah fiqih ini. buat itulah, bila hendak terjalin perkawinan antara si lelaki perusak ikatan dengan perempuan “korban” aksi perusakannya, maka, perihal ini wajib dicegah, dan juga bila sudah kadung terjalin perkawinan di antara keduanya, maka, perkawinan itu wajib dibatalkan.
Yang lebih menarik lagi dari komentar Mâlikiyyah ini adalah: terdapat sebagian dari ulama’ Mâlikiyyah yang berkomentar kalau perempuan “korban” aksi peluluhlantahkan seseorang lelaki, jadi haram selamanya untuk si lelaki perusak tersebut.
Perbedaan komentar ini kami sebutkan di mari bagaikan peringatan keras untuk siapa aja supaya tidak melaksanakan perbuatan serupa ini, walaupun, secara hukum fiqih, komentar Jumhur lebih kuat, hendak tetapi, komentar Mâlikiyyah, butuh kita peruntukan bagaikan cambuk peringatan.
2. bila terdapat seorang yang melaksanakan perbuatan terlarang ini, terdapatkah dia butuh memperoleh hukuman di dunia?
Para ulama’ berkomentar kalau perbuatan terlarang serupa ini, bila terdapat yang melakukan, hingga hakim berwewenang menjatuhkan ta’zîr (hukuman yang ketentuannya diresmikan oleh hakim ataupun penguasa) dengan ketentuan tidak melebihi bobot 40 cambukan.
Di antara mereka terdapat yang berpendapat, hukumannya merupakan kurungan penjara hingga dia melaporkan tobat ataupun wafat dunia (sebagian pemeluk Mazhab Hanafî)
Di antara mereka terdapat yang berpendapat, cukup diberi cambukan keras saja, diterbitkan perbuatannya, supaya orang waspada darinya dan juga supaya teman mengambil ibrah (sebagian pemeluk madzhab Hanbalî).
Catatan Lain
Ada satu perihal yang menarik buat dicatat di sini, ialah tentang perilaku para ulama’ dikala mengatakan hadîts ini.
Sebagian mereka mencantumkan hadîts yang lagi kita kaji ini dalam bab “orang yang mengganggu ikatan suami istri”, tanpa embel - embel ancaman dalam kalimat babnya. serupa yang dicoba oleh Imam Al - Nasâ - î dan juga Al - Bazzâr.
Akan tetapi, terdapat sebagian dari mereka yang mencantumkan hadîts yang lagi kita kaji ini dalam bab yang memiliki kalimat ancaman, seperti: al - zajr (penjelasan buat membikin jera), al - tasydîd (peringatan keras), sebagaimana yang dicoba oleh Imam Ibn Hibbân dan juga Imam Al - Baihaqî.
Yang menarik merupakan terdapat sebagian ulama’ yang mengkategorikan hadîts ini ke dalam bab makar dan juga tipu daya, sebagaimana yang dicoba oleh kitab kanz al - ‘Ummâl.
Semoga kita seluruh bebas dari perbuatan yang amat tercela ini, amin.
Sumber: dakwatuna_com
TOLONG JANGAN ABAIKAN sehabis MEMBACA informasi INI, BAGIKAN KEPADA sahabat kamu DI MEDIA SOSIAL mudah - mudahan kamu mendapatkan PAHALA KEBAIKAN AMIIN
" Barangsiapa menampilkan sesuatu kebaikan, menurutnya serupa pahala yang melakukannya. " (HR. Muslim)
Alquran Sangat Melarang Merebut Suami Atau Istri Orang, Ini Akibatnya
4/
5
Oleh
Blogger Keren