Masjid tertua di kawasan Kluet Raya terdapat di Gampong Pulo Kambing, Kecamatan Kluet Utara, Kabupaten Aceh Selatan diperkirakan telah berumur 900 tahun. Didirikan oleh Tgk Ali Basyah (Teungku Aceh) semasa kepemimpinan Keujruen Kluet (setingkat Ulee Balang) ke 11 yakni Teuku Meurah Adam.
"Catatan sejarah, masjid Nurul Huda didirikan jauh sebelum kolonia Belanda masuk ke Aceh. Saat itu dibawah kepemimpinan Keujrun T. Meurah Adam, lebih kurang sembilan abad yang lalu. Kekuasaan Keujruen Kluet meliputi Kasik Putih, Samadua hingga Trumon yakni sebelum dibentuk Kewedanaan," kata Khadam (penjaga) masjid Tgk Umarsyah (66), Minggu (24/4/2016).
Saat awak media mengunjungi masjid tertua dan terdaftar dalam situs sejarah tersebut, Umarsyah memaparkan tiga keunikan. Pertama, saat puluhan orang hendak menyeret (bawa-red) kayu tiang ke lokasi pembangunan terasa berat dan sama sekali tidak bergerak. Namun setelah seorang ulama berwudhu dan menunaikan shalat sunnat kemudian duduk di atas kayu tiang, tiba-tiba menjadi ringan dan mudah dibawa.
Kedua, tidak seorang wargapun mengakui pernah ikut atau membantu mendirikan keempat tiang berdiameter lebih kurang 100 centimeter dan memeliki panjang sekira 15 meter. Tau-tau keempat tiang sudah berdiri tegak ketika bangunan dikerjakan. Penafsiran warga, diyakini keempat tiang masjid ini berdiri sendiri.
Keanehan lain, ungkap Khadam masjid Nurul Huda yang didampingi kepala Desa Pulo Kambing Kiyaruddin, setelah selesai dibangun, dari salah satu tiang mengeluarkan tetesan air bening dan dingin. Ceceran air membasahi lantai tanah, karena ketika itu kontruksi lantai belum di semen. Tetesan air itu diambil warga untuk dijadikan obat. "Alhamdulillah, khasiatnya bisa menyembuhkan berbagai penyakit yang diderita masyarakat," ujarnya.
“Sejak nenek moyang kami sampai sekarang, masjid ini tidak sepi dari pengunjung, baik penduduk Aceh Selatan maupun luar daerah. Kehadiran mereka khusus untuk menyelesaikan nazar dan melaksanakan shalat sunat. Sayangnya, akhir-akhir ini tetesan air tidak terlihat lagi karena pangkal tiang sudah dicor semen dan dipasang keramik,” terangnya seraya mengakui jumlah pengunjung tetap tidak kurang.
Persi lain, sambung Umarsyah, keberadaan masjid tertua ini tidak terlepas dari usaha dan kegigihan seorang ulama asal Persia (jazirah Arab-red), yakni Syehk Syamsuddin. Karena dunia dan Islam berkembang pesat serta digampong-gampong sudah didirikan masjid, akhirnya masjid tertua ini menjadi masjid Desa Pulo Kambing.
“Tidak seperti sekarang, dulunya tidak semua desa ada masjid. Penduduk dan rumah pendudukpun masih jarang-jarang. Masjid ini salah sarana ibadah masyarakat Kluet Raya, baik shalat lima waktu maupun sembahyang jamaah Jumat dan hari raya. Seiring perjalanan waktu, kondisi masjid ini juga direnovasi. Namun pisik dan ciri khasnya tetap tidak berubah,” timpal kepala desa
(sumber: gosumbar.com)
"Catatan sejarah, masjid Nurul Huda didirikan jauh sebelum kolonia Belanda masuk ke Aceh. Saat itu dibawah kepemimpinan Keujrun T. Meurah Adam, lebih kurang sembilan abad yang lalu. Kekuasaan Keujruen Kluet meliputi Kasik Putih, Samadua hingga Trumon yakni sebelum dibentuk Kewedanaan," kata Khadam (penjaga) masjid Tgk Umarsyah (66), Minggu (24/4/2016).
Saat awak media mengunjungi masjid tertua dan terdaftar dalam situs sejarah tersebut, Umarsyah memaparkan tiga keunikan. Pertama, saat puluhan orang hendak menyeret (bawa-red) kayu tiang ke lokasi pembangunan terasa berat dan sama sekali tidak bergerak. Namun setelah seorang ulama berwudhu dan menunaikan shalat sunnat kemudian duduk di atas kayu tiang, tiba-tiba menjadi ringan dan mudah dibawa.
Kedua, tidak seorang wargapun mengakui pernah ikut atau membantu mendirikan keempat tiang berdiameter lebih kurang 100 centimeter dan memeliki panjang sekira 15 meter. Tau-tau keempat tiang sudah berdiri tegak ketika bangunan dikerjakan. Penafsiran warga, diyakini keempat tiang masjid ini berdiri sendiri.
Keanehan lain, ungkap Khadam masjid Nurul Huda yang didampingi kepala Desa Pulo Kambing Kiyaruddin, setelah selesai dibangun, dari salah satu tiang mengeluarkan tetesan air bening dan dingin. Ceceran air membasahi lantai tanah, karena ketika itu kontruksi lantai belum di semen. Tetesan air itu diambil warga untuk dijadikan obat. "Alhamdulillah, khasiatnya bisa menyembuhkan berbagai penyakit yang diderita masyarakat," ujarnya.
“Sejak nenek moyang kami sampai sekarang, masjid ini tidak sepi dari pengunjung, baik penduduk Aceh Selatan maupun luar daerah. Kehadiran mereka khusus untuk menyelesaikan nazar dan melaksanakan shalat sunat. Sayangnya, akhir-akhir ini tetesan air tidak terlihat lagi karena pangkal tiang sudah dicor semen dan dipasang keramik,” terangnya seraya mengakui jumlah pengunjung tetap tidak kurang.
Persi lain, sambung Umarsyah, keberadaan masjid tertua ini tidak terlepas dari usaha dan kegigihan seorang ulama asal Persia (jazirah Arab-red), yakni Syehk Syamsuddin. Karena dunia dan Islam berkembang pesat serta digampong-gampong sudah didirikan masjid, akhirnya masjid tertua ini menjadi masjid Desa Pulo Kambing.
“Tidak seperti sekarang, dulunya tidak semua desa ada masjid. Penduduk dan rumah pendudukpun masih jarang-jarang. Masjid ini salah sarana ibadah masyarakat Kluet Raya, baik shalat lima waktu maupun sembahyang jamaah Jumat dan hari raya. Seiring perjalanan waktu, kondisi masjid ini juga direnovasi. Namun pisik dan ciri khasnya tetap tidak berubah,” timpal kepala desa
(sumber: gosumbar.com)
AllahuAkbar.... Masjid Berumur 900 Tahun di Aceh Selatan Keluarkan Air dari Tiang
4/
5
Oleh
Blogger Keren