Perempuan itu menatap jendela taksi, di luar hujan begitu deras. Macet yang panjang bagai parkir raksasa juga tak terbantahkan. Sekali waktu menatap jam di pergelangan tangannya. Di saat itu ia ingin mengejar sang kekasih hati. Tanpa ba-bi-bu lagi, ia membuka pintu taksi. Menerobos hujan dengan berlari, botol air minum yang diacungkan sang sopir tidak ia gubris.
Di sebuah bandara, seorang laki-laki berbaju kotak-kotak panjang berlengan panjang berjalan lamban. Di saat bersamaan dan tempat yang sama ada perempuan mengejarnya. Nafasnya masih tersengal-sengal, baju dan rambut begitu runyam nan lepek.
Dengan muka yang pucat dominasi lelah, perempuan mengucapkan sesuatu kepada lelaki berbaju kotak-kotak itu yang ia duga adalah kekasih klasiknya. Inti ucapan tersebut adalah mengapa ia harus menghabiskan waktu belasan tahun untuk menunggu cinta yang tak jelas itu.
Bandara mendadak lengang. Detik kemudian, laki-laki berambut gondrong itu menoleh ke arah perempuan itu. Gotcha! Ternyata laki-laki itu bukan kekasih klasik sang perempuan. Hanya ada longoan.
***
Itulah adegan sebuah iklan minuman mineral yang menggambarkan bahwa sang perempuan salah memanggil kekasih karena gagal fokus. Kegagalan fokus tersebut disebabkan karena kurangnya minum air mineral.
Tidak, tidak. Di sini tidak akan mengajarkan untuk memperjuangkan cinta yang tak punya landasan kuat, cinta yang penuh per-PHP-an, cinta yang penuh gangguan serangga di hati hingga menguing dan mengganggu pagi malam. Tapi di sini ingin gambarkan, kondisi kita kurang lebih seperti itu jika jauh dari Al-Qurán. Seperti tubuh yang kurang air. Tak ada cinta terhadap Al-Qurán hingga ratusan purnama.
Kita jadi tidak fokus karena bolong-bolong membaca Al-Qur’an. Tidak fokus menata hati, sehingga tiada hari rasanya ada yang kurang kalau tidak nyinyir di duni maya. Suka mengharamkan segala cara yang dilakukan orang yang beda pergerakan. Hati sering ditimpa galau karena tak kunjung menemukan tambatan hati.
Seorang Asy Syahid Sayyid Quthub pernah mengatakan dalam muqaddimah tafsirnya,
“Hidup dalam naungan Al-Quran adalah nikmat. Nikmat yang hanya diketahui oleh siapa yang telah merasakannya. Nikmat yang akan menambah usia, memberkahi dan menyucikannya.“
Kenikmatan itu meliputi banyak hal, termasuk diri yang gampang fokus menata diri, fokus mengerjakan sesuatu karena mendapatkan ketenangan pasca membaca Al-Qur’an.
Sebuah penelitian dalam Konferensi Kedokteran Islam Amerika Utara pada tahun 1984, disebutkan bahwa Al-Quran terbukti mampu mendatangkan ketenangan sampai 97% bagi mereka yang mendengarkannya.
Hal tersebut juga diperkuat dengan hasil uji coba oleh seorang peneliti bernama Muhammad Salim yang diorbitkan oleh Boston University. Objek penelitian dilakukan terhadap 5 orang yang terdiri dari 3 laki-laki dan 2 perempuan. Mereka tidak tahu sama sekali dengan bahasa Arab dan juga tidak diberi tahu bahwa yang bakal diperdengarkannya adalah kitab suci umat Islam yakni Al-Qur’an.
Allah juga mengingatkan kita dengan lembut, sebagaimana firmanNya dalam Surah Ar-Ra’d ayat 28, yang artinya :
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram“
Jika mushaf Al-Quran bisa bicara, mungkin ia akan mengatakan kepada mereka yang jarang membacanya, yang tak mencintainya. “Apa yang kamu lakukan ke saya itu JAHAT!”
***
Perempuan itu masih menatap jendela taksi. Gamang, ia pun keluar, menerobos hujan dengan menggunakan payung. Ia memanggil laki-laki berbaju kotak-kotak di ujung sana.
“Bisa antarkan saya? Saya harus pergi sekarang. Ada ujian masuk tahsin Al-Qur’an. Segera antarkan saya sebelum ratusan purnama!” ucapnya sambil membenahi jilbabnya kepada tukang ojek pangkalan.
Mungkin begitu penggambarannya. Wallahua’lam. [Paramuda/ BersamaDakwah]
(sumber: bersamadakwah.net)
Di sebuah bandara, seorang laki-laki berbaju kotak-kotak panjang berlengan panjang berjalan lamban. Di saat bersamaan dan tempat yang sama ada perempuan mengejarnya. Nafasnya masih tersengal-sengal, baju dan rambut begitu runyam nan lepek.
Dengan muka yang pucat dominasi lelah, perempuan mengucapkan sesuatu kepada lelaki berbaju kotak-kotak itu yang ia duga adalah kekasih klasiknya. Inti ucapan tersebut adalah mengapa ia harus menghabiskan waktu belasan tahun untuk menunggu cinta yang tak jelas itu.
Bandara mendadak lengang. Detik kemudian, laki-laki berambut gondrong itu menoleh ke arah perempuan itu. Gotcha! Ternyata laki-laki itu bukan kekasih klasik sang perempuan. Hanya ada longoan.
***
Itulah adegan sebuah iklan minuman mineral yang menggambarkan bahwa sang perempuan salah memanggil kekasih karena gagal fokus. Kegagalan fokus tersebut disebabkan karena kurangnya minum air mineral.
Tidak, tidak. Di sini tidak akan mengajarkan untuk memperjuangkan cinta yang tak punya landasan kuat, cinta yang penuh per-PHP-an, cinta yang penuh gangguan serangga di hati hingga menguing dan mengganggu pagi malam. Tapi di sini ingin gambarkan, kondisi kita kurang lebih seperti itu jika jauh dari Al-Qurán. Seperti tubuh yang kurang air. Tak ada cinta terhadap Al-Qurán hingga ratusan purnama.
Kita jadi tidak fokus karena bolong-bolong membaca Al-Qur’an. Tidak fokus menata hati, sehingga tiada hari rasanya ada yang kurang kalau tidak nyinyir di duni maya. Suka mengharamkan segala cara yang dilakukan orang yang beda pergerakan. Hati sering ditimpa galau karena tak kunjung menemukan tambatan hati.
Seorang Asy Syahid Sayyid Quthub pernah mengatakan dalam muqaddimah tafsirnya,
“Hidup dalam naungan Al-Quran adalah nikmat. Nikmat yang hanya diketahui oleh siapa yang telah merasakannya. Nikmat yang akan menambah usia, memberkahi dan menyucikannya.“
Kenikmatan itu meliputi banyak hal, termasuk diri yang gampang fokus menata diri, fokus mengerjakan sesuatu karena mendapatkan ketenangan pasca membaca Al-Qur’an.
Sebuah penelitian dalam Konferensi Kedokteran Islam Amerika Utara pada tahun 1984, disebutkan bahwa Al-Quran terbukti mampu mendatangkan ketenangan sampai 97% bagi mereka yang mendengarkannya.
Hal tersebut juga diperkuat dengan hasil uji coba oleh seorang peneliti bernama Muhammad Salim yang diorbitkan oleh Boston University. Objek penelitian dilakukan terhadap 5 orang yang terdiri dari 3 laki-laki dan 2 perempuan. Mereka tidak tahu sama sekali dengan bahasa Arab dan juga tidak diberi tahu bahwa yang bakal diperdengarkannya adalah kitab suci umat Islam yakni Al-Qur’an.
Allah juga mengingatkan kita dengan lembut, sebagaimana firmanNya dalam Surah Ar-Ra’d ayat 28, yang artinya :
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram“
Jika mushaf Al-Quran bisa bicara, mungkin ia akan mengatakan kepada mereka yang jarang membacanya, yang tak mencintainya. “Apa yang kamu lakukan ke saya itu JAHAT!”
***
Perempuan itu masih menatap jendela taksi. Gamang, ia pun keluar, menerobos hujan dengan menggunakan payung. Ia memanggil laki-laki berbaju kotak-kotak di ujung sana.
“Bisa antarkan saya? Saya harus pergi sekarang. Ada ujian masuk tahsin Al-Qur’an. Segera antarkan saya sebelum ratusan purnama!” ucapnya sambil membenahi jilbabnya kepada tukang ojek pangkalan.
Mungkin begitu penggambarannya. Wallahua’lam. [Paramuda/ BersamaDakwah]
(sumber: bersamadakwah.net)
Ada Apa dengan Cinta (Al-Quran) ?
4/
5
Oleh
Blogger Keren